Oleh: Gustian Munaf
Seiring subjek terbaikku, kamu memaksa kepentingan. Aku hanya mendeskripsikanmu tentang sepenggal subjek yang tersingkir. Aku kira kamu mengerti bahwa kali ini kamu sedang bermain dengan manusia. Bahkan, acapkali aku berpesan kepada terima kasih atas tujuh hari dalam seminggu.
Aku telah siap atas hilang pekan lalu, saat kamu sibukkan namaku dalam seminggu. Dalam kepentinganmu saat kamu mengambing hitamkan sebuah kesibukan dan kepentingan sebagai alasan tak acuhmu.
Orang sejenis kamu
adalah biang traumatis penolakan. Pengakuan ego tertinggi disembah layaknya
kacung. Aku mengerti tentang itu dan niatmu, aku hanya subjek yang kamu
pasifkan. Semudah itulah kamu menempatkanku dalam luka yang tersembunyi.
Hingga akhirnya aku harus menyiksa sunyi. Sunyi pembangkit intuisi rindu
kepadamu, aku suka itu, menikmati waktu: waktu dulu. Saat proses argumentasi
dengan waktu, saat itu pula retorika maniak panggung.
Cari dan sembunyi,
hanyalah sebuah konseptual sejarah yang tersisa dan sesekali terlintas. Sejarah
terkuak dalam ingat, tak melekat utuh dalam realitas. Menghantamku dengan
sebuah tanya, berapa kali aku paksakan untuk tidak merasakan seperti manusia?
Jakarta, 27 Oktober 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar