Oleh Gustian Munaf
Dalam tradisi Jawa, malam Tahun Baru Islam dikenal dengan malam satu suro. Istilah itu muncul sebagai edukasi masyarakat untuk mengenal nama bulan Islam dengan menyesuaikan istilah penamaan pada kearifan budaya lokal. Kegiatan di dalam satu suro juga sangat baik, syarat dengan nuansa peringatan keagamaan. Penyematan ritual keagamaan yang terdapat di dalamnya sebagai upaya pendekatan ajaran agama agar mudah diterima masyarakat. Sebagai budaya pun beguna untuk memodifikasi kegiatan keagamaan agar tak berkesan monoton. Namun, pemahaman masyarakat sangat beragam, hal itu hanya dipandang dari satu sudut pandang, yakni unsur klenik budaya yang disematkan. Sementara itu, banyak pandangan masyarakat yang luntur terkait nilai keagamaan yang terkandungnya sehingga satu suro selama ini terkesa malam yang dikenal sakral dan penuh aura mistis.
Ada penyimpangan Interpretasi dari Film Satu Suro. Film Satu Suro memberi paradigma pada kaum muslim tentang malam keramat yang berkesan mistis dan angker. Malam itu adalah malam awal tahun baru Islam, malam 1 Muharram. Malam itu adalah awal bulan yang disucikan. Hari dimana pada bulan Muharram terjadi beberapa peristiwa, yakni:
- Terjadinya penyelamatan Nabi Musa AS dan kaum Bani Israil dari kejaran raja Firaun, dalam peristiwa tersebut, Firaun dan keluarganya mati tenggelam di laut Merah.
- Allah menjadikan langit dan bumi.
- Allah menciptakan Adam AS dan Siti Hawa.
- Allah menjadikan syurga.
- Allah menerima taubat nabi Adam AS dan memasukkannya ke surga.
- Hari di mana Allah menyelamatkan Nabi Nuh AS diselamatkan dari bahtera setelah bumi tenggelam selama enam bulan dan merupakan hari di mana Allah SWT menyelamatkan Nabi Ibrahim dari api yang sengaja digunakan untuk membakar dirinya oleh raja Namrud.
- Hari di mana Nabi Musa menerima wahyu dari Allah SWT berupa kitab Taurat.
- Hari di mana Allah telah membebaskan Nabi Yusuf AS dari penjara
- Hari di mana Allah SWT telah memulihkan penglihatan Nabi Yakub AS dari kebutaan.
- Hari di mana Allah SWT menyelamatkan Nabi Yunus AS dari dalam perut ikan setelah terkurung selama 40 hari 40 malam.
- Hari di mana Allah SWT mengaruniakan kerajaan yang besar bagi Nabi Sulaiman AS.
- Hari dimana Allah SWT menciptakan alam dan pertama kali menurunkan hujan
Umat muslim sangat dianjurkan untuk memperbanyak amalan-amalan di bulan Muharram tersebut. Malam yang dianjurkan untuk memperpanjang ibadah kepada Allah.
Sebagai akulturasi budaya lokal, kegiatan keagamaan dan religi dicampuri dengan sesuatu yang gaib, bernuansa ritual, dan pengeramatan. Seperti budaya lokal yang menyajikan kegiatan keagamaan dengan persembahan sesaji, larung kepala kerbau, mencuci keris bertuah, dan lain sebagainya, itu hanya kebetulan yang melekat pada cara pandang masyarakat terhadap percampuran peringatan keagamaan dengan budaya lokal. Percampuran inilah yang menyebabkan berbagai tanggapan bahwa malam satu suro dan bulan suro dianggap sebagai malam yang keramat dan "menyeramkan". Padahal kalau kita pelajari awal mulanya, ini merupakan kegiatan agama yang penuh dengan anjuran untuk memperbanyak amalan dan bentuk ibadah lain sesuai hukum Islam. Namun, yang terjadi di beberapa daerah kegiatan tersebut diasimilasikan dengan kebiasaan-kebiasaan budaya terdahulu yang membuat kesan bahwa malam satu suro merupakan malam yang "mistis".
Sementara korelasi dengan film Satu Suro, film ini menyajikan beberapa peristiwa menyeramkan sehingga pesan yang diterima oleh penikmat film adalah di luar yang disyariatkan oleh ajaran Islam itu sendiri. Judul film Satu Suro merupakan suatu unsur semiotika yang bukan sekadar susunan dua kata. Judul tersebut menggiring masyarakat untuk lebih jauh dalam penyimpangan pemahaman sesungguhnya. Baru mendengar judulnya saja banyak dari masyarakat mengatakan "seram, angker, mistis" diperparah dengan asumsi kata "film setan" dan diperkuat lagi dengan alur dan latar cerita yang menekankan pada keyakinan masyarakat semakin terjerumus. Melalui judul dan peristiwa menyeramkan yang diangkat dalam film tersebut, sangat meyakinkan pembelokan makna religi yang terkandung di dalamnya. Secara semiotika, nama judul Satu Suro merupakan suatu tanda sampai sesuatu tanda itu dapat diinterpretasikan. Bukan sekadar hubungan sesuatu dengan penamaan saja, tetapi lebih pada ke suatu hubungan antara konsep dan penanda yang kemudian lahir suatu makna, baik tersurat maupun tersurat.
Sangat mengharapkan ada film yang mengedukasi masyarakat untuk mengubah kebiasaan anggapan bahwa satu suro itu malam syarat kemistisan. Sangat disarankan pula ada film yang dapat meluruskan cara pandang masyarakat agar berkiblat pada esensi malam satu suro yang didasari dari malam 1 Muharram beserta akidah yang menyertainya.
Besar harapan, perlu adanya tatanan edukasi publik secara masal yang dapat memperbaiki cara pandang yang perlu diluruskan, dan hal semacam inilah yang seharusnya dibenahi oleh pihak-pihak terkait agar tidak ada penyimpangan interpretasi yang majemuk.
Lalu, bagaimana caranya meluruskan judul film Satu Suro tidak diasumsikan film "setan"?
Bagaimana caranya mengubah pemahaman masyarakat melalui judul tersebut menjadi sebuah film bernuansa religi?
Hal terpenting, bagaimana mengubah mindset masyarakat tentang satu suro menjadi malam 1 Muharram yang penuh dengan kemuliaan?
Perlu diingat bahwa satu suro berasal dari satu Muharram, dalam kegiatannya pun masyarakat Jawa mengisinya dengan kegiatan keagamaan, di luar interpretasi lain. Namun, ada beberapa pihak yang sengaja atau tidak justru memperkeruh kesan satu suro menjadi bulan yang syarat dengan aura mistis.
Demikian yang dapat saya tuliskan kali ini, semoga bermanfaat. Mohon kiranya koreksi jika banyak kesalahan yang termuat dalam untaian kalimat di atas.