Kamis, 22 November 2018

Larangan "GHASAB"


Demi Keperluan Pribadi “GHASAB”

Secara harfiah, ghasab adalah mengambil sesuatu secara paksa dengan terang-terangan. Sedangkan secara istilah, ulama bermacam-macam mendefinisikannya. Mazhab Hanafi mendefinisikan gasab sebagai mengambil harta orang lain yang halal tanpa izin sehingga barang itu berpindah tangan. Mazhab Maliki mendefinisikan gasab sebagai mengambil harta orang lain secara paksa dan sengaja, tetapi tidak dalam arti merampok. Sementara mazhab Syafii dan Hanbali memaknai gasab sebagai penguasaan terhadap harta orang lain secara sewenang-wenang atau secara paksa tanpa hak. Secara “terang-terangan” menunjukkan perbedaan gasab dengan mencuri. Mencuri dalam arti gasab tidak hanya barang tapi juga manfaat barangnya, termasuk di dalamnya meminta dan meminjam tanpa izin pemilik aslinya, sekalipun dikembalikan.

Sedangkan dalam fikih Ahlulbait, gasab tetap dihukumi sebagai dosa plus perbuatan salatnya sendiri tidak sah. Sedemikian ketatnya hingga jika kita salat tetapi ada sehelai benang pun yang ada ditubuh kita diperoleh dengan cara batil, maka salat pun tidak sah.

Sayidina Ali as. berkata kepada Kumail, “Wahai Kumail, lihatlah di mana dan pada apa kamu salat. Jika itu didapatkan bukan dengan cara yang benar maka tidak diterima salatnya.” (Fiqh Al-Imâm Ja’far) .

Ilustrasinya kepribadian ini yaitu mempergunakan printer demi menge-print dan memfotokopi urusan pribadi. Selain itu, ada juga  yang memanfaatkan barang milik bersama demi berbagai urusan pribadi, keluarga, dan kepentingan indivualismenya.  

Individualisme merupakan satu filsafat yang memiliki pandangan moral, politik atau sosial yang menekankan kemerdekaan manusia serta kepentingan bertanggung jawab dan kebebasan sendiri. Seorang indvidualis akan melanjutkan pecapaian dan kehendak pribadi. Mereka menentang intervensi dari masyarakat, Negara dan setiap badan atau kelompk atas pilihan pribadi mereka. Penyebab utamanya adalah “tidak perduli dengan keaadaan sekitarnya.”

Perbuatan ghasab tergolong dosa dan haram. Alasannya, perbuatan ghasab sama saja dengan perbuatan mencuri, mengakui hak milik orang lain, dan sebagainya. Selain itu, dalam islam orang yang menggunakan atau meminjam barang yang bukan miliknya wajib mengembalikan barang yang dipakai. Bahkan barang yang dipakai wajib dalam keadaan sama seperti sebelum dipakai.

Allah sendiri menerangkan larangan perbuatan ghasab di dalam surat Al-Baqarah ayat 188. Dalam ayat tersebut Allah berfirman, “Dan janganlah sebahagian kau memakan harta sebahagian yang lain di antara kau dengan jalan yang bathil, dan (janganlah) kau membawa (urusan) harta itu terhadap hakim, supaya kau dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa padahal kau mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Barangsiapa merampas hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia masuk neraka dan mengharamkan baginya surga,” maka salah seorang bertanya,”Meskipun sedikit, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab,”Ya, meskipun hanya setangkai kayu sugi (siwak).”[HR Muslim]

“Sungguh akan datang kepada manusia suatu masa, yaitu seseorang tidak lagi peduli dari mana dia mendapatkan harta, dari jalan halal ataukah (yang) haram”. [HR Bukhari]

“Sungguh beruntung orang yang telah berserah diri, diberi kecukupan rizki dan diberi sifat qana’ah terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya”. [HR Muslim]

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…” [an Nisaa/4 : 29].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan :

“Setiap muslim terhadap muslim yang lain adalah haram darahnya, harga dirinya, dan hartanya”. [HR Muslim].