Demi Keperluan Pribadi
“GHASAB”
Secara harfiah, ghasab adalah mengambil sesuatu secara paksa
dengan terang-terangan. Sedangkan secara istilah, ulama bermacam-macam
mendefinisikannya. Mazhab Hanafi mendefinisikan gasab sebagai mengambil harta orang lain
yang halal tanpa izin sehingga barang itu berpindah tangan. Mazhab
Maliki mendefinisikan gasab sebagai mengambil harta orang lain secara paksa dan
sengaja, tetapi tidak dalam arti merampok. Sementara mazhab
Syafii dan Hanbali memaknai gasab sebagai penguasaan terhadap harta orang lain
secara sewenang-wenang atau secara paksa tanpa hak. Secara
“terang-terangan” menunjukkan perbedaan gasab dengan mencuri. Mencuri dalam
arti gasab tidak hanya barang tapi juga manfaat barangnya, termasuk di dalamnya
meminta dan meminjam tanpa izin pemilik aslinya, sekalipun dikembalikan.
Sedangkan dalam fikih Ahlulbait, gasab tetap dihukumi sebagai
dosa plus perbuatan salatnya sendiri tidak sah. Sedemikian ketatnya hingga jika
kita salat tetapi ada sehelai benang pun yang ada ditubuh kita diperoleh dengan
cara batil, maka salat pun tidak sah.
Sayidina Ali as. berkata kepada Kumail, “Wahai Kumail, lihatlah
di mana dan pada apa kamu salat. Jika itu didapatkan bukan dengan cara yang
benar maka tidak diterima salatnya.” (Fiqh Al-Imâm Ja’far) .
Ilustrasinya kepribadian ini yaitu mempergunakan printer demi
menge-print dan memfotokopi urusan pribadi. Selain itu, ada juga yang memanfaatkan barang milik bersama demi
berbagai urusan pribadi, keluarga, dan kepentingan indivualismenya.
Individualisme merupakan satu filsafat yang memiliki pandangan
moral, politik atau sosial yang menekankan kemerdekaan manusia serta
kepentingan bertanggung jawab dan kebebasan sendiri. Seorang indvidualis akan
melanjutkan pecapaian dan kehendak pribadi. Mereka menentang intervensi dari
masyarakat, Negara dan setiap badan atau kelompk atas pilihan pribadi mereka.
Penyebab utamanya adalah “tidak perduli dengan keaadaan sekitarnya.”
Perbuatan ghasab
tergolong dosa dan haram. Alasannya, perbuatan ghasab sama saja dengan
perbuatan mencuri, mengakui hak milik orang lain, dan sebagainya. Selain itu,
dalam islam orang yang menggunakan atau meminjam barang yang bukan miliknya
wajib mengembalikan barang yang dipakai. Bahkan barang yang dipakai wajib dalam
keadaan sama seperti sebelum dipakai.
Allah sendiri menerangkan larangan perbuatan ghasab di dalam
surat Al-Baqarah ayat 188. Dalam ayat tersebut Allah berfirman, “Dan janganlah sebahagian kau memakan harta sebahagian yang lain di
antara kau dengan jalan yang bathil, dan (janganlah) kau membawa (urusan) harta
itu terhadap hakim, supaya kau dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa padahal kau mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 188)
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Barangsiapa merampas hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka
Allah mewajibkan dia masuk neraka dan mengharamkan baginya surga,” maka salah
seorang bertanya,”Meskipun sedikit, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab,”Ya,
meskipun hanya setangkai kayu sugi (siwak).”[HR Muslim]
“Sungguh akan datang kepada manusia suatu masa, yaitu seseorang
tidak lagi peduli dari mana dia mendapatkan harta, dari jalan halal ataukah
(yang) haram”. [HR Bukhari]
“Sungguh beruntung orang yang telah berserah diri, diberi
kecukupan rizki dan diberi sifat qana’ah terhadap apa yang diberikan Allah
kepadanya”. [HR Muslim]
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…” [an Nisaa/4 : 29].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan :
“Setiap muslim terhadap muslim yang lain adalah haram darahnya,
harga dirinya, dan hartanya”. [HR Muslim].